Rumah adat Aceh dikenal luas sebagai rumah panggung tradisional yang unik di Nusantara. Tingginya sekitar 2 hingga 3 meter dari tanah untuk mengurangi kelembapan dan melindungi dari banjir. Posisi rumah adat Aceh dibangun membujur dari barat ke timur sebagai simbol arah kiblat.
Masyarakat Aceh membangun rumah adat Aceh dengan bahan alami. Tiang dan dindingnya memakai kayu pilihan, atapnya menggunakan daun rumbia yang sejuk dan ringan. Sistem ikatan rotan membuat rumah adat Aceh tahan gempa dan lebih awet.
Penduduk membuat pintu rumah adat Aceh rendah sekitar 120 hingga 150 cm agar tamu menunduk sebagai tanda hormat. Jumlah anak tangga menuju ruang utama rumah adat Aceh selalu ganjil sesuai ketentuan adat.
Ornamen pada dinding rumah adat Aceh menunjukkan status sosial pemilik. Semakin banyak ukiran, semakin tinggi kedudukan pemilik rumah adat Aceh di masyarakat.
Warga Aceh mengawali pembangunan rumah adat Aceh dengan musyawarah keluarga. Mereka menentukan tanggal baik, bahan kayu, dan mengadakan kenduri. Hasil musyawarah kemudian disampaikan kepada ulama atau teungku untuk mendapatkan doa restu.
Dalam proses pendirian rumah adat Aceh, mereka mengikat kain merah dan putih pada tiang utama. Kain ini melambangkan tamèh radja (tiang raja) dan tamèh putroe (tiang putri). Warga sekitar juga membantu pengadaan kayu, bambu, dan rumbia untuk atap rumah adat Aceh.
Menurut adat Aceh, pekarangan dan rumah adat Aceh menjadi milik anak perempuan dan ibunya. Jika kepala keluarga meninggal tanpa anak perempuan, rumah adat Aceh menjadi milik istri. Warga tidak boleh mengganti kepemilikan rumah adat Aceh dengan hukum waris lain.
Jika Anda tertarik mengeksplor lebih banyak desain rumah tradisional dan modern, ayo kunjungi Jitu Property untuk melihat koleksi foto dan inspirasi rumah adat Aceh di berbagai gaya atau unduh aplikasi Jitu Property di Google Play untuk menemukan inspirsi hunian yang anda impikan melalui ponsel anda.