Tulungagung kota marmer dikenal sebagai salah satu kabupaten tertua di Jawa Timur dengan sejarah yang kuat. Berdiri sejak 18 November 1205, penetapan hari jadi Tulungagung mengacu pada Prasasti Lawadan dari masa Kerajaan Kadiri. Prasasti ini menjadi bukti nyata hubungan erat antara Tulungagung kota marmer dan kerajaan-kerajaan besar di masa lalu.
Dulunya bernama Ngrowo, pusat pemerintahan Tulungagung kota marmer berada di Kalangbret sebelum dipindah ke lokasi saat ini. Nama "Tulungagung" sendiri memiliki dua versi makna, yaitu sumber air besar dan pitulungan agung. Kedua versi ini mencerminkan kondisi geografis dan nilai historis dari bantuan daerah tetangga saat pembentukan kabupaten.
Salah satu bukti peninggalan sejarah penting di Tulungagung kota marmer adalah makam Gayatri Sri Rajapatni di Boyolangu, yang memperkuat keterkaitannya dengan Kerajaan Majapahit. Kini, Tulungagung kota marmer terbagi menjadi 19 kecamatan dan memiliki kekayaan budaya serta sejarah yang masih terpelihara dengan baik.
Tulungagung sebagai kota marmer telah dikenal sejak era kolonial Belanda. Desa Besole, Kecamatan Besuki, menjadi pusat tambang dan kerajinan marmer yang mendunia. Kualitas marmer lokalnya sangat baik karena struktur batuannya padat, halus, dan kaya motif, cocok untuk pahatan presisi tinggi.
Perkembangan industri marmer Tulungagung melalui beberapa fase penting berikut:
Jenis marmer lokal Tulungagung kota marmer seperti Kawi Agung, Carara, Onyx, dan Pacito Roso telah digunakan untuk berbagai keperluan, dari patung, vas, guci, hingga ornamen rumah mewah. Produk marmer dianggap eksklusif karena kualitas dan proses pengerjaannya yang kompleks.