Refleksi Perumahan Tahun 2025 menjadi momentum penting untuk mengevaluasi perjalanan pembangunan rumah rakyat. Refleksi perumahan nasional 2025 visi Bung Hatta mengingatkan bahwa cita-cita besar proklamator adalah memastikan setiap warga Indonesia memiliki rumah layak huni, bukan hanya angka di atas kertas.
Sejak Kongres Perumahan Rakyat Sehat di Bandung tahun 1950, Bung Hatta menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan rumah rakyat bisa terwujud jika ada komitmen dan sinergi seluruh pihak. Prinsip ini menjadi dasar refleksi perumahan nasional 2025 visi Bung Hatta yang terus relevan hingga kini.
Refleksi perumahan nasional 2025 visi Bung Hatta juga terkait amanat konstitusi. Pasal 28H UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas tempat tinggal yang layak. Dengan demikian, pembangunan rumah rakyat bukan sekadar proyek, melainkan tanggung jawab negara untuk menyejahterakan warganya.
Pemerintah mencanangkan Program Sejuta Rumah sejak 2015 dan terus berlanjut hingga 2025. Namun, backlog perumahan masih menjadi masalah serius. Refleksi perumahan nasional 2025 visi Bung Hatta mempertanyakan: apakah target kuantitas sudah sejalan dengan kualitas hunian yang layak?
Refleksi perumahan nasional 2025 visi Bung Hatta juga menyoroti instrumen seperti Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Keduanya berfungsi memperluas akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap hunian. Meski demikian, efektivitasnya masih perlu terus dievaluasi.
Tantangan ini membuat refleksi perumahan nasional 2025 visi Bung Hatta penting untuk mengukur apakah kebijakan benar-benar berpihak pada rakyat.
Diperlukan koordinasi lebih erat antara pemerintah pusat, daerah, pengembang, dan masyarakat. Refleksi perumahan nasional 2025 visi Bung Hatta menekankan pentingnya kebijakan yang berpihak pada rakyat, bukan hanya investor.